
Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Pemberian ini bisa dikatakan gratifikasi, karena pengertian gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan berpotensi menjadi perbuatan korupsi di kemudian hari. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri tersebut segera melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dianalisis lebih lanjut.
Gratifikasi dapat diartikan positif atau negatif.
Gratifikasi Positif
Gratifikasi positif adalah pemberian hadiah dilakukan dengan niat yang tulus dari seseorang kepada orang lain tanpa pamrih artinya pemberian dalam bentuk "tanda kasih" tanpa mengharapkan balasan apapun. Contoh gratifikasi positif yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah saat #KawanAksi liburan keluar kota dan memberikan oleh-oleh kepada para tetangga, atau tanda terima kasih #KawanAksi kepada satpam rumah/kantor yang telah membantu menjaga keamanan lingkungan dengan catatan tanpa memiliki agenda terselubung dibalik pemberian yang #KawanAksi beri.
Gratifikasi Negatif
Gratifikasi negatif adalah pemberian hadiah dilakukan dengan tujuan pamrih, pemberian jenis ini yang telah membudaya di kalangan birokrat maupun pengusaha karena adanya benturan kepentingan, misalnya dalam mengurus pajak, seseorang memberikan uang tips pada salah satu petugas agar pengurusan pajaknya dapat diurus dengan segera.
Tata cara pelaporan gratifikasi
Gratifikasi ini erat sekali hubungannya dengan penghasilan pegawai negeri kita yang relatif masih sangat kecil, sehingga pemberian/gratifikasi ini dianggap sebagai penghasilan tambahan. Gratifikasi merupakan salah satu bentuk Tindak Pidana Korupsi bila terbukti bertentangan atau berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya selaku pegawai negeri sipil/penyelenggara negara atau tidak.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 12C UU. No. 31 Tahun 1999 jo UU. No. 20 Tahun 2001, Gratifikasi wajib dilaporkan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak gratifikasi diterima, disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.
Formulir pelaporan ini sekurang-kurangnya memuat :
1. Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;
2. Jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara;
3. Tempat dan waktu penerima gratifikasi;
4. Uraian jenis gratifikasi yang diterima dan nilai gratifikasi yang diterima.
Selanjutnya KPK mencatat dan menentukan status kepemilikan gratifikasi yang ditetapkan melalui keputusan pimpinan KPK apakah gratifikasi tersebut menjadi milik penerima gratifikasi atau menjadi milik negara.